Bangun pagi pada hari pertama Januari 2012 sejumlah ucapan yang bermakna doa seperti meluncur begitu saja dari mulut sendiri. Yang pertama tentu saja "Selamat Tahun Baru" semoga segalanya di tahun Naga Air ini lebih baik.
Karena urusan kita olahraga, maka segala yang lebih baik itu semoga juga terjadi di bidang olahraga. Semoga, misalnya, kegembiraan dan kebanggaan kita tak terhenti hanya dengan menjadi juara umum SEA Games 2011.
Malah, dengan filosofi "Citus, Altius, Fortius" yang menjadi roh kompetisi semua olahragawan di dunia, semua atlet kita, terutama yang kemarin telah menjadi juara, harus sudah menapaki program peningkatan prestasi. Olimpiade 2012 di London, SEA Games 2013 di Myanmar dan Asian Games 2014 di Incheon sudah harus menjadi dari bagian agenda utama mereka.
KONI Pusat, sebagai instansi tertinggi yang mewakili masyarakat olahraga, seperti yang diamanatkan Undang-Undang SKN No.3/2005, mengemban tugas berat untuk mendukung dan mendorong upaya peningkatan prestasi atlet. Sebuah pesan penting dari ketua umum sebelumnya, Rita Subowo, kini harus diimplementasikan oleh bos baru KONI Pusat, Tono Suratman.
Menurut Rita, sekembali dari Olimpiade 2008 di Beijing bersama kontingen yang hanya berkekuatan 25 atlet, pada olimpiade 2012 di London, jumlah atlet kita harus minimal dua kali lipat. Mereka juga harus meraih tiket ke Olimpiade karena lolos kualifikasi, bukan lewat jalur "wild card".
Tantangan ini tentu saja harus dijawab, tak hanya oleh KONI Pusat sendiri, melainkan bersama-sama PB/PP atau induk organisasi bersangkutan dan para atlet itu sendiri
Perpecahan
Ucapan dan doa yang juga otomatis meluncur ketika matahari 2012 mulai menyemburkan cahayanya adalah "Semoga PSSI masih ada".
Ini bukan sinisme atau sindiran terhadap organisasi sepak bola yang April nanti akan genap berusia 82 tahun itu. Tapi, nyatanya organisasi olaharaga tertua ini memang tengah mengahadapi masalah serius yang berpotensi memcah eksistensi dan jati dirinya.
BBerita di sebuah koran nasional terbitan Jakarta, Jumat 30 Desemberr 2011, memajang judul KPSI Akan Duduki Kantor PSSI 2 Jauniari. Artinya, KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia), sebagai motor dari gerakan untuk menggulingkan kepengurusan PSSI di bawah ketua umum Djohar Arifin Husin, sudah berniat lahir dan batin untuk melakukan apa yang oleh orang salah seorang pengurusnya disebut "kudeta konstitusional".
Kalau KPSI betul menduduki kantor PSSI di kolong Stadion Utama GBK Senayan itu, dan kemudian mereka merasa dirinya telah menjadi pengelola tertinggi urusan sepak bola Indonesia secara fisik dan nonfisik, apakah bukan berarti PSSI yang sudah begitu lama kit akenal sebagai singkatan "Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia" sudah tidak ada lagi?
Tidak ada lagi PSSI dalam pengertian itu karena kalau kudeta itu benar dilakukan PSSI yang muncul adalah "Perpecahan Sepak bola Seluruh Indonesia". Sepak bola negeri ini semakin tidak terurus dan tanpa masa depan bagi siapa pun terutama pemain.
Gerakan menggulingkan kepemimpinan Djohar yang dipilih sah oleh Kongres Solo 9 Juli 2011 dalam bentuk seperti sekarang adalah tindakan tidak sah, identik dengan makar AFC dan FIFA sebiagai organisasi pelindung dan pemberi legitimasi terhadap kepengurusan Djohar, menjadi wasit dan hakim yang akan cukup mudah memutuskan pihak mana yang harus (tetap) diberi ligitimasi.
0 komentar:
Post a Comment